Berbicara tentang Bukit Lawang jangan
hanya pikirkan mandi-mandi di Sungai Bahorok dengan pondok-pondok di tepi
sungainya. Bukit Lawang yang terletak di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat
ini memang terkenal dengan sungainya yang bersih dan deras. Namun, Bukit Lawang
bukan hanya sekedar itu, selain rumah bagi hewan endemik Orang Utan yang
merupakan bagian dari Konservasi Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang
punya gua yang bisa berikan kita sensasi petualangan di liang gelap nan dalam
Bisa
bayangkan bagaimana rasanya menyusuri gua yang gelap, mencari jalan keluar,
mencium aroma lembap, merasakan hawa yang dingin? Sesekali menemukan ruang-
ruang misterius, sedang memegang stalaktit-stalaktit nan mempesona, tiba-tiba
suara bising memecah keheningan, kepakan sayap datang mendekat, hitam dan ramai
“awas Kampret!”
Kita tidak sedang membicarakan tentang gua-gua misterius
yang dilewati Bilbo Baggins dan teman-teman kurcaci nya untuk mengambil harta
karun dari Smaug si naga jahat, juga bukan di tempat persembunyian kawanan
manusia yang berlindung dari alien yang ingin menguasai bumi seperti di cerita
The Host. Karena di sana tak ada Si Kampret.
Kampret adalah nama lain untuk menyebut kelelawar kecil
pemakan serangga. Dikatakan Gua Kampret karena gua ini dihuni oleh ribuan
binatang Kampret. Kampret-Kampret ini bergantung tenang dan tak bergerak di
langit-langit gua.
Dari
sungai Bahorok yang ramai pengunjung, kita akan menempuh perjalanan sekitar
setengah kilo meter masuk sedikit ke dalam hutan hujan
tropis Leuser dimana kita akan disambut oleh kawanan monyet berwarna hitam dan
dengan jambul berwarna putih atau akrab dengan sapaan Thomas.
Inilah salah satu keunggulan wisata Bukit Lawang ini, kita bisa menjumpai
monyet liar yang banyak berkeliaran di hutan sekitar sungai.
Tepat
di depan bibir gua ada seorang penjaga, sang ranger yang akan memberikan
informasi mengenai aturan untuk memasuki gua. Setiap rombongan yang masuk harus
memiliki senter. Sebaiknya satu senter per orang, atau satu lampu besar yang
jadi lampu utama. Perjalanan menyusuri gua akan ditempuh sekitar satu jam, selama
itu kita dilarang meninggalkan benda apapun di dalam gua termasuk sampah.
Petualangan
menyusuri gua pun dimulai.
Baru di bibir gua saja, saya sudah terpukau. Aroma misterius dan tanda-tanda harta karun mulai tercium! Perjalanan kita mulai dengan disambut mulut gua yang membuka cukup lebar, dihiasi akar-akar pohon besar yang menambah kesan eksotis dari gua ini. Bahkan di sini saya sempat bergantung-gantung di akar seperti... Tarzan.
Baru di bibir gua saja, saya sudah terpukau. Aroma misterius dan tanda-tanda harta karun mulai tercium! Perjalanan kita mulai dengan disambut mulut gua yang membuka cukup lebar, dihiasi akar-akar pohon besar yang menambah kesan eksotis dari gua ini. Bahkan di sini saya sempat bergantung-gantung di akar seperti... Tarzan.
Supaya
lebih dramatis, kita mulai dengan
menyingkap akar-akar yang menutup sebagian mulut gua tadi. Untuk melewati gua
ini, kita perlu membawa penerangan seperti senter atau lampu agar bisa
menikmati keindahan stalaktit-stalaktit yang ada. Tak jauh dari mulutu, kita
sudah akan bertemu dengan sebuah ruang kecil yang memiliki stalaktit-stalaktit
berwarna coklat tua. Letaknya yang berada di dalam ruang kecil membuat kami
hampir saja melewatinya. Jadi, jangan lupa untuk selalu hadapkan senter ke
ruang-ruang gelap yang ada kalau masuk ke gua ini karena di sanalah
stalaktit-stalaktit itu biasa bertengger.
Jangan bayangkan ada kolam atau danau di sini, nggak ada! Yang ada adalah sedikit genangan air di atas kerikil, itu pun hanya seluas dua meter, jadi jangan takut basah saat menyusuri gua ini. Mari kita lanjut. Antara lantai dan langit-langit gua memilki jarak yang cukup tinggi, yaitu sekitar empat sampai lima meter. Tidak semua badan gua tertutupi, beberapa bagian ada yang terbuka dan ada juga yang hanya berupa celah-celah yang memiliki lebar sekitar satu atau dua meter. Nah, celah-celah inilah yang terlihat indah saat dilewati oleh cahaya matahari. Saya lihat teman-teman saya sibuk berfoto ala petapa atau putri yang turun dari langit.
Selain celah di langit-langit goa, kita juga akan melewati celah-celah batu yang sempit. Hahaha saya sarankan sebelum ke sini kecilkan sedikit ukuran perut anda, supaya bisa meyelesaikan perjalanan hingga akhir.
Jangan bayangkan ada kolam atau danau di sini, nggak ada! Yang ada adalah sedikit genangan air di atas kerikil, itu pun hanya seluas dua meter, jadi jangan takut basah saat menyusuri gua ini. Mari kita lanjut. Antara lantai dan langit-langit gua memilki jarak yang cukup tinggi, yaitu sekitar empat sampai lima meter. Tidak semua badan gua tertutupi, beberapa bagian ada yang terbuka dan ada juga yang hanya berupa celah-celah yang memiliki lebar sekitar satu atau dua meter. Nah, celah-celah inilah yang terlihat indah saat dilewati oleh cahaya matahari. Saya lihat teman-teman saya sibuk berfoto ala petapa atau putri yang turun dari langit.
Selain celah di langit-langit goa, kita juga akan melewati celah-celah batu yang sempit. Hahaha saya sarankan sebelum ke sini kecilkan sedikit ukuran perut anda, supaya bisa meyelesaikan perjalanan hingga akhir.
Nah,
di tengah-tengah gua kita akan menemukan kawanan hitam bergantung yang saya
sebutkan di awal tadi. Kampret-Kampret sedang tidur siang.
Saat
tengah asik mengamati, tiba-tiba dengan gagahnya ranger yang sedari tadi mebawa
perjalanan kami, melemparkan batu seukuran kepalan tangan ke arah kawanan hitam
tadi. Sontak mereka riuh, berterbangan ke sana ke mari, dan tiba-tiba satu Kampret
jatuh. Beberapa dari kami sampai terududuk sambil melihat pemandangan siluet
kampret yang disinari seberkas cahaya diujung gua.
Oh
tidak! Pak Ranger, Engkau membunuh satu Kampret. Jangan ditiru, saya mohon!
Mungkin niat Pak Ranger baik, mau memperlihatkan riuh Kampret saat terbang,
tapi tak sengaja satu nyawa Kampret melayang. Dan kami pun berlalu.
Setelah
melewati kawanan Kampret yang terganggu tidur siangnya kita akan bertemu pada
sebuah ruang tebuka yang di atasnya adalah hutan lindung kawasan Taman Nasional
Gunung Leuser yang terkenal dengan Orang Utan nya.
Kami
beruntung, karena ketika kami lewat, sedang bertengger tenang seekor orang
utan. “jangan berisik, itu seekor Orang Utan di atas kita,” kata ranger kami.
Lalu
kita akan masuk lagi ke dalam gelapnya gua dan melanjutkan perjalanan hingga keluar
di tempat yang sama ketika masuk tadi. Dengan keluarnya kami dari Gua Kampret
tadi, maka inilah akhir kisah perjalanan dalam Gua ala film-film hollywood. Di
mana letak ala Hollywoodnya? Anda buat sendiri saja drama anda bersama
teman-teman di dalam gua. Selamat mencoba.
*tulisan ini telah diterbitkan di Pinouva.com dengan beberapa perubahan
0 komentar:
Posting Komentar