Sabtu, 25 Juni 2016

Petualangan Menyusuri Gua Kampret di Bukit Lawang




Berbicara tentang Bukit Lawang jangan hanya pikirkan mandi-mandi di Sungai Bahorok dengan pondok-pondok di tepi sungainya. Bukit Lawang yang terletak di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat ini memang terkenal dengan sungainya yang bersih dan deras. Namun, Bukit Lawang bukan hanya sekedar itu, selain rumah bagi hewan endemik Orang Utan yang merupakan bagian dari Konservasi Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang punya gua yang bisa berikan kita sensasi petualangan di liang gelap nan dalam

Bisa bayangkan bagaimana rasanya menyusuri gua yang gelap, mencari jalan keluar, mencium aroma lembap, merasakan hawa yang dingin? Sesekali menemukan ruang- ruang misterius, sedang memegang stalaktit-stalaktit nan mempesona, tiba-tiba suara bising memecah keheningan, kepakan sayap datang mendekat, hitam dan ramai “awas Kampret!”
Kita tidak sedang membicarakan tentang gua-gua misterius yang dilewati Bilbo Baggins dan teman-teman kurcaci nya untuk mengambil harta karun dari Smaug si naga jahat, juga bukan di tempat persembunyian kawanan manusia yang berlindung dari alien yang ingin menguasai bumi seperti di cerita The Host. Karena di sana tak ada Si Kampret.

Kampret adalah nama lain untuk menyebut kelelawar kecil pemakan serangga. Dikatakan Gua Kampret karena gua ini dihuni oleh ribuan binatang Kampret. Kampret-Kampret ini bergantung tenang dan tak bergerak di langit-langit gua.

Dari sungai Bahorok yang ramai pengunjung, kita akan menempuh perjalanan sekitar setengah kilo meter masuk sedikit ke dalam hutan hujan tropis Leuser dimana kita akan disambut oleh kawanan monyet berwarna hitam dan dengan jambul berwarna putih atau akrab dengan sapaan Thomas. Inilah salah satu keunggulan wisata Bukit Lawang ini, kita bisa menjumpai monyet liar yang banyak berkeliaran di hutan sekitar sungai.
Tepat di depan bibir gua ada seorang penjaga, sang ranger yang akan memberikan informasi mengenai aturan untuk memasuki gua. Setiap rombongan yang masuk harus memiliki senter. Sebaiknya satu senter per orang, atau satu lampu besar yang jadi lampu utama. Perjalanan menyusuri gua akan ditempuh sekitar satu jam, selama itu kita dilarang meninggalkan benda apapun di dalam gua termasuk sampah.
Petualangan menyusuri gua pun dimulai.

Baru di bibir gua saja, saya sudah terpukau. Aroma misterius dan tanda-tanda harta karun mulai tercium! Perjalanan kita mulai dengan disambut mulut gua yang membuka cukup lebar, dihiasi akar-akar pohon besar yang menambah kesan eksotis dari gua ini. Bahkan di sini saya sempat bergantung-gantung di akar seperti... Tarzan.
Supaya lebih dramatis, kita  mulai dengan menyingkap akar-akar yang menutup sebagian mulut gua tadi. Untuk melewati gua ini, kita perlu membawa penerangan seperti senter atau lampu agar bisa menikmati keindahan stalaktit-stalaktit yang ada. Tak jauh dari mulutu, kita sudah akan bertemu dengan sebuah ruang kecil yang memiliki stalaktit-stalaktit berwarna coklat tua. Letaknya yang berada di dalam ruang kecil membuat kami hampir saja melewatinya. Jadi, jangan lupa untuk selalu hadapkan senter ke ruang-ruang gelap yang ada kalau masuk ke gua ini karena di sanalah stalaktit-stalaktit itu biasa bertengger.  

Jangan bayangkan ada kolam atau danau di sini, nggak ada! Yang ada adalah sedikit genangan air di atas kerikil, itu pun hanya seluas dua meter, jadi jangan takut basah saat menyusuri gua ini. Mari kita lanjut. Antara lantai dan langit-langit gua memilki jarak yang cukup tinggi, yaitu sekitar empat sampai lima meter. Tidak semua badan gua tertutupi, beberapa bagian ada yang terbuka dan ada juga yang hanya berupa celah-celah yang memiliki lebar sekitar satu atau dua meter. Nah, celah-celah inilah yang terlihat indah saat dilewati oleh cahaya matahari. Saya lihat teman-teman saya sibuk berfoto ala petapa atau putri yang turun dari langit.



Selain celah di langit-langit goa,  kita juga akan melewati celah-celah batu yang sempit. Hahaha saya sarankan sebelum ke sini kecilkan sedikit ukuran perut anda, supaya bisa meyelesaikan perjalanan hingga akhir.
Nah, di tengah-tengah gua kita akan menemukan kawanan hitam bergantung yang saya sebutkan di awal tadi. Kampret-Kampret sedang tidur siang.
Saat tengah asik mengamati, tiba-tiba dengan gagahnya ranger yang sedari tadi mebawa perjalanan kami, melemparkan batu seukuran kepalan tangan ke arah kawanan hitam tadi. Sontak mereka riuh, berterbangan ke sana ke mari, dan tiba-tiba satu Kampret jatuh. Beberapa dari kami sampai terududuk sambil melihat pemandangan siluet kampret yang disinari seberkas cahaya diujung gua.
Oh tidak! Pak Ranger, Engkau membunuh satu Kampret. Jangan ditiru, saya mohon! Mungkin niat Pak Ranger baik, mau memperlihatkan riuh Kampret saat terbang, tapi tak sengaja satu nyawa Kampret melayang. Dan kami pun berlalu.
Setelah melewati kawanan Kampret yang terganggu tidur siangnya kita akan bertemu pada sebuah ruang tebuka yang di atasnya adalah hutan lindung kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang terkenal dengan Orang Utan nya.
Kami beruntung, karena ketika kami lewat, sedang bertengger tenang seekor orang utan. “jangan berisik, itu seekor Orang Utan di atas kita,” kata ranger kami.
Lalu kita akan masuk lagi ke dalam gelapnya gua dan melanjutkan perjalanan hingga keluar di tempat yang sama ketika masuk tadi. Dengan keluarnya kami dari Gua Kampret tadi, maka inilah akhir kisah perjalanan dalam Gua ala film-film hollywood. Di mana letak ala Hollywoodnya? Anda buat sendiri saja drama anda bersama teman-teman di dalam gua. Selamat mencoba.
 *tulisan ini telah diterbitkan di Pinouva.com dengan beberapa perubahan

0 komentar:

Posting Komentar