Dunia mencatat pembantaian 1965-1966 terhadap anggota dan
simpatisan PKI sebagai salah satu peristiwa paling biadab dalam sejarah modern.
Tapi, di negerinya sendiri, peristiwa itu lenyap dari buku teks sejarah dan
diskusi publik. (Ariel Heryanto)
Menjelang tragedi
G30S, konflik Partai Komunis Indonesia (PKI) dan partai politik lain kian
memanas. PKI yang merasa diatas angin menekan penduduk yang berlawanan aliran
dengan komunis. Namun, keadaan langsung berbalik saat Presiden Sukarno
meandatangani Surat Perintah Sebelas Maret yang isinya memberikan mandat kepada
Mayor Jendral Suharto untuk memulihkan keamanan. Mulai dari Supersemar yang
ditandatangani oleh Sukarno dalam keadaan terdesak inilah pelanggaran HAM berat
terjadi di Indonesia.
Oleh Suharto, PKI
dinyatakan terlarang mulai 12 Maret 1966. Sehari sebelumnya, PKI masih
merupakan partai sah dan terbesar di Indonesia, dan partai komunis terbesar
ketiga di dunia. Tapi, pada tanggal itu, ratusan ribu warga Indonesia sudah
terbunuh dengan tuduhan mendukung PKI. Terakhir diduga korban pembantaian ini
mencapai tiga juta orang. Memang bukan angka yang pasti, karena banyak juga
kepentingan dari penyebutan jumlah korban ini.
Buku yang merupakan
hasil dari investigasi Tempo ini
hadir dengan nuansa yang berbeda dari buku-buku tentang tragedi G30S yang
sebelum-sebelumnya ada. Jika sebelumnya buku-buku yang kita temui kebanyakan
mengangkat sisi kesalahan dan bahaya PKI, buku ini justru mengangkat PKI sebagai
korban dan menggambarkan tragedi G30S dari sisi pelaku penumpasan orang-orang
yang mendukung PKI.
Dengan deskripsi
yang jelas pada setiap bab nya buku ini menghasilkan kengerian saat membacanya.
Bagaimana cara jagal-jagal membunuh orang-orang PKI digambarkan dengan jelas
tanpa memperhalus kata-katanya. Membacanya, anda harus siap terbayang-bayang
badan tanpa kepala dibuang ke jurang, atau kepala-kepala tanpa badan berserakan
di ladang-ladang. Karena kebanyakan inilah cara-cara yang digunakan para
algojo-algojo ketika menumpas PKI, dengan menebas kepalanya.
Dari tiap-tiap bab
yang dihadirkan dalam buku ini memberikan kisah yang berbeda-beda dari
algojo-algojo yang berbeda dan dari daerah yang berbeda pula.
Pembunuhan masal
tak hanya terjadi di Jawa dan Bali, tapi juga di daerah-daerah lain yang ikut
tersulut api pembantaian dari Jawa dan Bali. Bersamaan dengan itu para algojo
bermunculan mengatasnamakan dendam pribadi, keyakinan, atau tugas negara.
Seorang algojo dari
Lumajang, Mochamad Samsi bercerita. Ia mendengar ada intruksi dari Nahdlatul
Ulama (NU) untuk menumpas PKI. Samsi yang kala itu merupakan anggota Barisan
Ansor Serbaguna ( Banser) sering mengikuti rapat-rapat yang dihadiri kiai NU
hingga ia diangkat sebagai ujung tombak penumpasan PKI di Lumajang. Pembunuhan
pertamanya ia lakukan atas perintah seorang Tentara Nagkatan Darat (TNI) yang
ia lupa namanya. Pada pembunuhan pertama tersebut ia membunuh terduga PKI
dengan memukulnya berkali-kali menggunakan rotan hingga mati, setelah
dipastikan mati, mayatnya ia buang ke tepi laut agar terseret arus. Sejak
pembunuhan pertama itu, berturut-turut ia membantai orang-orang PKI hingga ia
pun lupa sudah berapa banyak nyawa yang ia habisi. Biasanya orang-orang yang
akan ia habisi didatangkan entah dari mana menggunakan truk pada malam hari.
orang-orang tersebut dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut.
Ia juga pernah
mendengar ada seorang saudagar kaya di Lumajang yang dianggap PKI. Samsi
langsung mencegatnya di jembatan. Saat terduga PKI tersebut muncul, langsung
saja ia tebas lehernya hingga terpisah dengan badanya. Lalu mayatnya ia
lemparkan ke bawah jembatan. Kini 47 tahun telah berlalu sejak tragedi G30S.
“Saya tidak pernah menyesal melakukan semua itu”, kata Samsi.
Selain Samsi, ada
juga Burhan Zainuddin Rusjiman yang dijuluki Burhan Kampak. Kebenciannya
terhadap PKI sudah tertanam sejak ia mahasiswa. Saat itu ia pernah memasang
poster menuntut dibubarkannya organisasi mahasiswa di bawah PKI. Karena itu ia
lantas dikeluarkan dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada serta
dikejar-kejar oleh mahasiswa pendukung PKI.
Kebenciannya bisa
ia lampiaskan saat mendengar MUI menyatakan PKI adalah ateis. Perang terhadap
PKI gencar ia lakukan di Yogyakarta. Operasi pembersihan komunis ini kerap ia
lakukan bersama tentara. Dengan posisi sebagai staf satu Laskar Ampera Aris Margono
dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia “ saya punya license to kill,” kata Burhan. Bersama sepuluh orang lainnya ia
diberi pistol dan pelatihan menembak.
Tak hanya kisah dua
orang algojo di atas. Kisah dari algojo-algojo lainnya juga banyak diangkat
dalam buku ini. Termasuk seorang Anwar Congo, seorang algojo PKI yang berasal
dari Medan. Anwar juga berperan dalam fiml The
Act of Killing karya sutradara Joshua Oppenheimer yang nampaknya begitu
dibanggakan dalam buku ini.
Ditulis
oleh tim investigasi pembantaian 1965, buku ini bisa memberikan deskripsi yang
baik tulisan narasinya. Membacanya kita seolah sedang menyaksikan tragedi G30S.
Meski begitu. Masih saja ada yang lolos dari penyuntingan. Diberbagai bab
banyak sekali ditemukan tanda baca koma yang tertukar dengan tanda tanya.
Meski terdiri dari banyak bab yang
semuanya berbeda kisah, tak banyak pula pengulangan informasi yang dituliskan.
Nampaknya selain
mendokumentasikan sejarah, rekonsiliasi juga merupakan tujuan dari buku ini.
Rekonsiliasi yang diawali dengan pengakuan jujur dari para pelakunya. Tujuan
tersebut bisa dilihat dari isi buku yang semuanya mengangkat dari sisi pelaku
pembantaian hingga korban jiwa yang masih diperkirakan mencapai tiga juta
orang. Seolah ingin mengungkapkan, tak hanya PKI yang salah, pembunuh
orang-orang PKI yang banyak itu juga melanggar HAM. Namun, setelah membacanya kesuliatan
rekonsiliasi jelas terlihat saat penjagal-penjagal itu merasa apa yang mereka
lakukan dulu adalah sebuah tindakan heroik untuk membela negara. Bukan perasaan
bersalah.
Judul : Pengakuan Algojo 1965
Penulis : Kurniawan et al.
Penerbit : TEMPO Publishing
Halaman : 178 halaman
Tahun Terbit : 2013
ngeri ngebayanginnya. kata kakek saya dulu waktu penumpasan PKI sungai brantas punuh dgn mayat yg mengenaskan, tanpa kepala, tanpa tangan/kaki.
BalasHapusiya bener, ngeri
HapusTetap saja PKI itu tidak baik di negeri ini, PKI itu komuniz harus di lenyapkan di bumi pertiwi.
BalasHapusMelihat sejarah kok terpotong2 gak utuh
BalasHapusCoba lihat sepak terjang pki jauh sebelum itu.... kenapa sampai pki diberantas? Lihat akar permasalahannya dulu bro....
Dan tentang korban terbesar didunia itu terlalu mengada ada. Lebay cush...
Melihat sejarah kok terpotong2 gak utuh
BalasHapusCoba lihat sepak terjang pki jauh sebelum itu.... kenapa sampai pki diberantas? Lihat akar permasalahannya dulu bro....
Dan tentang korban terbesar didunia itu terlalu mengada ada. Lebay cush...
sejarah kelam bangsa kita yg tidak patut untk kita ungkit.. jangan samapai terulang kembali, jayalan NKRI.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNgeri sih tpi klo di pikir2 brapa bnyk nyawa masyarakat, santri dn tokoh agama yg udah ditumpas PKI dari mulai pmberontakan PKI Madiun thn 1948 pimpinan si muso smpai pristiwa G30S PKI tahun 1965 yg melibatkn 7 nyawa jndral yg d habsin PKI biadab itu pimpinan si Aidit. Ksian pra jendral itu dh di fitnah adanya dewan jendral dibunuh pula. Secara logika, PKI prnah mngadakan pmberontakan d thn 48 dn kmungkinan bsr PKI jga yg mau mngadakan kudeta pda thn 65, ibaratnya, orang skali boong gk akan bisa D prcaya lagi. Selain itu tntang adanya NASAKOM apa bisa seorang yg nasionalis pancasilais skaligus komunis? It's a stupid statement. Bgaimana mngkin dua ideologi yg saling brtentangan bsa D satukan, bagaikan mnyak dn air. Hal ini yg hrus D luruskan, bhwa si aidit pda saat itu mnjabat sbagai pnasehat ngara bsar kmungkinan soekarno tlh terdoktrin krena kdektannya dngan si aidit (cra yg bnar2 terorganisir dngan mndekati dlu pmimpin negara pda saat itu yg kbetulan soekarno tdk mnyukai ngara2 eropa yg brideologikan liberal). Ada yg blang soeharto dalang D balik smua ini? Siapa sbenarnya yg salah? Pake logika coba. Gk smua president smpurna dlm mnjalankn tgasnya, itu yg hrus D fahami btl2. So mnurut gue impaslah klo exs PKI dbantai habis smpai k akar2 lgian yg gue tau, yg namanya komunis itu, mreka akn mncapai tujuannya gk pduli wlau harus bnuh orang. Contohnya aja korut, udh brapa bnyk orng yg bnuh diri krena emng di ngara komunis itu nyawa gak brarti. Indeologi komunis hnya bisa mnyengsarakan rakyat krena sluruh mlik rakyt adalah mlik pmerintah dn cba aja prhatikan dingara2 brbasis komunis pasti susah nyari tmpat ibadah. Uni Soviet aja yg dulu rajanya komunis runtuh dngan sendirinya krena emng komunis itu faham yg sngt jauh dri kata ksejahteraan dn kbebasan hak individual. Orng2 pki mngkin udh pada mampus tapi Indeologiny susah untuk musnah krena kprcayaan itu dtangnya dari hati pribadi msing2 dan satu lagi DOKTRIN yg sngt berbahaya bgi generasi pnerus bngsa.
BalasHapushati2 juga,, pki skarang udh mulai tumbuh subur di bawah tanah, bahkan Tunas2nya udh mulai bermunculan.
BalasHapussiapapun itu, menghilangkan nyawa seseorang adalah perbuatan yg bertentangan dgn ajaran agama maupun pri kemanusiaan... yg berhak mengambil nyawa seseorang adalah Sang Pencipta....
BalasHapusKalau menurut agama Lo mungkin GK ada di dunia ini mungkin keluarga Lo udh di bunuh PKI . Ikutin aja bro, jangan sok munafik GK baik jangan sok polos GK enak di lihat
HapusTolong jangan balik itu sejarah
BalasHapusPKI itu memang biadab..dasar kadal kebon mau memutar balikan fakta...
PKI biadab PKI jahat
BalasHapusDasar kadal kebon
Mau rongrong NKRI.
Tolong ditambahkan bahwa PKI itu bukan hanya menekan penduduk tapi mereka membunuh rakyat dan ulama ulama islam yang tidak sejalan
BalasHapusTulisan ini mencoba untuk menerangkan bahwa PKI lah korban pembantaian