Sekarang mereka memang bukan manusia, tapi mereka pernah
jadi manusia. Mereka tak bermaksud mengganggu, mereka hanya penasaran. Satu
yang mereka butuhkan, didengarkan.
Danur
adalah cairan yang keluar dari mayat yang telah membusuk dan menimbulkan bau
yang tidak sedap. Kata ‘Danur’ inilah yang dipilih oleh Risa Saraswati untuk
menjadi judul bukunya. Buku ini bukan buku misteri, meski dari judul dan
beberapa tokohnya yang sedikit horor. Risa menghadirkan kisah persahabatan di
sini. Danur menceritakan tentang Risa yang dikenal sebagai anak indigo. Sejak
kecil ia sudah bisa berkomunikasi dengan sosok yang sering kita sebut Hantu dan
bersahabat dengan mereka.
Risa
sering bilang, jangan heran jika kita menemukannya sedang berbicara atau
tertawa tanpa ada seorang pun berada di sekitarnya. Karena saat itu mungkin ia
sedang bersama salah satu dari kelima sahabatnya, sahabat yang tak kasat mata.
Sejak
kecil Risa sering hidup berpindah-pindah tempat tinggal. Saat usianya menginjak
delapan tahun ia sudah hidup terpisah dari kedua orang tua dan seorang adiknya.
Saat itu ia tinggal di Bandung bersama sang nenek.
Pindah
rumah berarti ia juga harus pindah sekolah, berpindah dari desa ke kota
membuatnya tidak nyaman dengan teman-teman baru yang kurang hangat menyambut
kedatangannya. Minggu-minggu pertama di sekolah baru ia mendapat perlakuan
tidak menyenangkan dari teman-teman barunya hingga nekat kabur dari sekolah.
Risa
kecil berlari pulang ke rumah tanpa peduli apa kata teman-teman dan Pak guru
nanti. Sampai di rumah ia menangis di pojok loteng rumah nenek. Saat duduk
tertunduk dan menangis, ia mendengar suara seorang anak laki-laki memanggil
namanya. Seorang anak laki-laki Belanda dengan setelan kemeja dan celana
pendek, bersepatu kulit dengan kaos kaki putih.
Namanya
Peter. Katanya Peter adalah tetangga baru dari komplek sebelah. Perkenalannya
dengan Peter inilah yang membawanya berkenalan dengan empat orang teman kecil
lainnya Will, Hendrick, Hans, dan Janshen. Kelima orang teman inilah yang
menjadi tempat Risa bercanda dan menghibur diri saat kesal di sekolah. Peter
dan kawan-kawannya sering memaksa Risa untuk pergi ke sekolah meski Risa sering
kabur juga dari mereka.
Setahun
berteman dengan kelima anak laki-laki itu Risa dikejutkan dengan sebuah fakta.
Ceritanya begini, suatu hari Risa melihat kelima temannya meraung-raung
kesakitan dengan bercak darah di baju yang lusuh. Kepala mereka terpisah sangat
jauh, “Risa tutup matamu!! Jangan pandangi kami!!,” teriak mereka. Di sini Risa
baru sadar jika teman-temannya selama ini bukanlah manusia biasa sepertinya.
Tak ada rasa takut saat melihat kejadian itu, yang ada hanya rasa iba. Ingin
rasanya Risa memungut kepala mereka satu per satu dan berbisik, “aku tetap
sahabat kalian.” Sejak saat itu persahabatan kelima hantu laki-laki dan seorang
anak perempuan itu semakin akrab dan tak terpisahkan.
Sepanjang
berteman dengan hantu-hantu itu, banyak hal menyenangkan yang ia temukan.
Mereka sering bersama-sama melempari kuntilanak yang duduk di pohon, atau
menggoyang-goyangkan pohonnya hingga mereka dikejar oleh si kuntilanak.
Banyak
rupa hantu yang ia temukan, dari yang menunjukkan wajah biasa hingga yang
seram. Selain itu ia juga tahu ternyata para hantu tersebut hanya butuh di
dengarkan. Ia diceritakan oleh kelima sahabatnya asal mereka saat masih hidup.
Kelimanya
adalah anak Belanda yang mati akibat dipengal kepalanya oleh tentara Jepang.
Arwah mereka penasaran lantaran masih mencari, atau menunggu seseorang. Begitu
pun dengan hantu-hantu lain yang ia temukan. Ia dengarkan semua cerita
hantu-hantu itu, ia ketahui apa penyebab mereka masih bergentanyangan, menjadi
tempat curahan hati para hantu bergentayangan tersebut.
Hingga
suatu hari ia ditinggalkan oleh kelima sahabat hantunya, ia sempat kesepian,
bingung bagaimana cara memulai kembali hidup normal. Selain cerita kelima
sahabat hantunya, dalam buku ini Risa juga menceritakan kisah tentang
arwah-arwah gentayangan lainnya yang ia jumpai di berbagai tempat hingga
dewasa.
Risa
Saraswati lebih dikenal sebagai seorang penyanyi ketimbang penulis. Selain
menulis dan menyanyi ia juga kerap tampil di televisi sebagai seorang
paranormal yang mampu menjelaskan hal-hal yang berbau mistis.
Kedekatannya
dengan dunia mistis ini tentu memengaruhi hasil karyanya. Seperti buku Danur
ini yang isinya menceritakan kisah Risa bertemu dan berteman dengan
makhluk-makhluk tak kasat mata. Dalam buku ini Risa bercerita dengan gaya yang
sederhana, cerita disajikan dengan datar dan tidak menemukan kejutan dalam isi
cerita. Tak ada konflik yang klimaks dalam buku ini, padahal salah satu klimaks
bisa digali lebih seperti saat ia ditinggalkan oleh teman-teman hantunya, atau
saat ia ditagih janji untuk bergabung ke alam yang sama dengan teman-teman
hantunya.
Risa
juga tidak menggunakan deskripsi yang lebih detail saat menggambarkan sosok
tokoh atau tempat dan suasana cerita. Karenanya tokoh-tokoh yang ia ceritakan
tidak tergambar utuh dan hanya memperkuat nama dari pada deskripsinya. Padahal
akan lebih baik jika pembaca mampu berimajinasi tentang sosok yang ia
ceritakan. Untuk membantu deskripsi, buku ini dilengkapi dengan
ilustrasi-ilustrasi tokoh yang mungkin dapat membantu pembaca membayangkan
gambaran-gambaran tokoh dalam cerita.
Secara
keseluruhan buku ini menggunakan gaya bahasa ringan namun kaya dengan
kata-kata. Buku ini bukan jenis buku teenlit yang bercerita dalam bahasa
gaul. Meski begitu, buku ini cocok untuk dibaca baik remaja, dewasa, atau pun
anak-anak. Tidak begitu berlebihan, konflik yang tidak begitu mengejutkan, buku
ini hanya pas. Tidak lebih tidak juga kurang.
Judul
: Danur
Penulis
: Risa Saraswati
Penerbit
: Bukune
Tahun
terbit : 2011
Halaman
: 216 halaman
0 komentar:
Posting Komentar