Rabu, 03 Agustus 2016

Ngaleng Tendi, Ritual Penyembuhan Roh dari Tanah Karo


Di depan rumah adat Karo, Si Waluh Jabu. Photo milik Pinouva
Ia semacam ritual untuk menyembuhkan penyakit kejiwaan seseorang. Seorang Guru Nambari atau dukun penyembuh akan berdialog untuk mengembalikan roh si sakit yang diambil oleh roh halus.
Seorang  pemuda karo pergi mengambil rotan ke hutan. Tidak tahu pasti apa yang dilakukannya selain mengambil rotan atau bagaimana cara ia mengambil rotan. Yang pasti, selepas pulang dari hutan ia tampak berbeda. Malam harinya ia seperti orang yang kehilangan akal sehat. Berbicara asal-asalan, kadang terlihat murung, ketakutan dan bertingkah aneh. Hal ini menimbulkan kegelisahan keluarga hingga mencari tahu apa yang terjadi pada si pemuda. Dari kerabat terdengarlah bahwa tendi atau roh pemuda tersebut telah diambil oleh roh halus. Kepercayaan ini merupakan kepercayaan masyarakat lama yang hingga sekarang masih dipercaya oleh sebagian masyarakat karo saat itu. Keluarga pun mencari orang pintar untuk penyembuhan yang disebut Guru Nambari.

 Jasa Tarigan, ialah seorang guru nambari yang saat itu dipanggil oleh keluarga si pemuda. Sejak umur lima belas tahun ia sudah menerima kelebihan untuk dapat berkomunikasi dengan roh halus, hingga ia bisa menyembuhkan orang-orang sakit akibat roh halus.  Melihat keadaan pemuda itu Jasa tahu bahwa tendi si pemuda tidak berada di dalam raganya lagi. Namun, masih butuh pembuktian untuk orang lain.  Disuruhnya lah keluarga untuk mengumpulkan sebelas macam daun-daun yang ada di hutan atau disebut bulung-bulung si melias gelar. Dedaunan tersebut dimasukkan ke dalam keranjang dan dililitkan dengan kain putih lalu diletakkan diatas kepala si pemuda. “Tak boleh kurang satu jenis pun harus lengkap semua,” tegas Jasa. Jika benar tendi si pemuda diambil maka keranjang tersebut akan bergetar kuat saat diletakkan diatas kepala. Dan benar, keranjang itu bergetar kuat diatas kepala si pemuda.

Saat semua yakin, ritual penyembuhan akan dilaksanakan. Ada dua pilihan, Ngaleng Tendi atau Raleng Tendi. Tak ada perbedaan ritual yang signifikan di dalamnya. Raleng Tendi adalah untuk ritual yang mengajak banyak orang, semua sanak saudara hingga masyarakat kampung. Sedangkan Ngaleng Tendi adalah ritual yang sama namun, hanya disaksikan dan dilakukan oleh sedikit orang yang terdiri dari keluarga dan kerabat yang sakit. Bahkan bisa dilakukan hanya berdua antara si dukun dan pasien. “Sekarang karena sudah banyak yang memeluk agama, orang-orang sering malu melaksanakan ritual ini, jadilah mereka buat Ngaleng Tendi diam-diam. Malu sama tetangga katanya,” ujar Jasa.

Gundala-Gundala khas Karo
Saat itu yang dilakukan oleh Jasa adalah ritual Ngaleng Tendi, untuk mengadakan ritual ini harus mencari hari baik berdasarkan pengkalenderan Karo. Saat sudah ditemukan hari baik, pada hari tersebutlah ritual di mulai. Untuk ritual pertama yaitu erpangil pulau atau mensucikan tubuh si pemuda menggunakan tujuh macam jeruk. Ritual ini dilakukan di siang hari dengan membasuh air jeruk ke kepala oleh guru nambari. Setelah selesai dan dibawa pulang, malam harinya adalah ritual puncak. Pada ritual inilah roh asli si pemuda akan dikembalikan ke dalam tubuhnya. Ritual ini dilakukan oleh guru nambari sebagai media perantara antara roh halus yang telah mengambil roh si pemuda dengan keluarga pemuda yang menginginkan kesembuhan.

Mulanya ada tarian dan nyanyian yang dilakukan oleh guru nambari untuk memanggil tendi yang tertahan.  Dimulai dari tari-tarian yang diiringi oleh alat musik tradisional karo yang terbuat dari bambu.  Balobat, keteng-keteng, mangkok. Yang memainkan alat musik pengiring pun bukan sembarang orang, harus orang yang mengerti ritual tersebut. Saat menari, guru nambari menggunakan sarin teneng, kain hitam khas karo. Tak banyak aksesoris yang digunakan si guru nambari.

Beberapa perlengkapan ritual juga dipersiapakan seperti kemenyan dan  beras yang dimasukkan ke dalam keranjang. Setelah siap, ritual pun dimulai.

“Mari-mari. Mari kam kurumah tendi,” itulah sebait nyanyian yang digunakan untuk memanggil roh yang ditahan. Nyanyian dan tarian akan terus berlangsung hingga roh benar-benar terpanggil. “kadang bisa sampe dua jam. Tergantung kepandaian si dukun itu memanggilnya,” kata Jasa.

Jika roh sudah terpanggil, awalnya roh tersebut akan merasuki tubuh guru nambari. Saat itulah roh halus yang merasuki guru berbicara dengan pihak keluarga si pemuda. Di sinilah akan tahu apa penyebab hilangnya tendi si pemuda. Melalui tubuh guru nambari, roh halus berkata bahwa si pemuda telah mengganggunya dengan menebang rotan sembarangan.

Pihak keluarga akan meminta roh halus untuk mengembalikan tendinya. Mereka berunding, ada nasehat-nasehat yang diberikan oleh roh halus, misal agar tidak buang air kecil sembarangan atau mengotori tempat-tempat yang ternyata hunian roh halus. Setelah kedua belah pihak selesai berdiskusi maka dengan segera akan kembali lah tendi si pemuda yang sedari ritual dimulai hanya duduk menyaksikan seperti orang linglung. Meski dalam keadaan kesurupan, guru nambari masih bisa mengontrol diri hingga roh halus keluar dari tubuhnya.Tendi si pemuda telah kembali, semua ritual pengembalian telah dilaksanakan. Si pemuda pun kembali sehat.

Menurut Jasa, kunci dari penyembuhan ini adalah keyakinan. Saat seseorang atau keluarga yakin bahwa dengan melakukan ini akan menyembuhkan maka ia bisa sembuh.

Museum Pusaka Karo

Dijadikan Pertunjukan Seni Tari

Nilai-nilai agama dan dunia medis membuat Ngaleng Tendi semakin ditinggalkan oleh banyak masyarakat karo. Hal ini dianggap tidak lagi sesuai dengan ajaran agama dan rasional masyarakat. Selain itu sudah jarangnya orang yang sakit atau kehilangan tendi ikut berpengaruh dalam langkanya ritual ini. Begitulah yang dikatakan Perikuten Tarigan, Dosen Pengajar Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU.

Mensiasati hilangnya tradisi unik ini, kreasi tarian yang dilakukan oleh dukun Ngaleng Tendi pun diciptakan. Beberapa sanggar mulai mengkreasikan dan menampilkan tarian ini dalam pementasan seni tradisional karo. Menurut Perikuten, saat suatu tradisi mulai ditinggalkan oleh masyarakat melalui kreasi seni tari inilah cara agar tradisi tersebut tidak benar-benar hilang mengikuti hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap ritual mistis seperti Ngaleng tendi.

Perikuten yang juga sebagai Ketua Lembaga Kesenian USU menambahkan, tarian ngaleng tendi sendiri menjadikan si dukun sebagai tokoh utama dalam tarian. Sisanya hanya pengiring dan pemain musik yang jumlahnya bisa berapa saja tergantung pengkreasi tarian. Alat-alat yang digunakan pun tidak sama persis seperti yang digunakan dukun asli. Hanya beberapa bahan seperti bunga-bungaan, berasa yang meunjukkan sesejian untuk ritual.

Tak ada unsur mistis yang terdapat dalam tarian, murni hanya seni. “kita bukan mau mengajak orang percaya dengan ritual ngaleng tendi, kita hanya mau memperlihatkan seni melalui tarian si dukun,” pungkas Perikuten.

*Tulisan saya 3 tahun yang lalu ketika menjadi reporter di Pers Mahasiswa. Tulisan ini untuk kebutuhan rubrik Podjok Budaya Tabloid Pers Mahasiswa SUARA USU



0 komentar:

Posting Komentar