Jumat, 12 Agustus 2016

Melihat Matahari Terbenam di Wilayah Paling Barat Indonesia



Matahari terbit dari arah? Timur. Terbenam ke arah? Barat.  Tapi hari itu sangat berbeda bagi saya, bukan karena saya melihat matahari terbit dari arah barat. Alhamdulilah setiap hari saya masih melihat matahari terbenam di sebelah barat bumi, belum terbit. Yang membuat berbeda adalah karena ini pertama kalinya saya menyaksikan terbenamnya matahari di kota paling barat Indonesia, di Pulau Weh Kota Sabang.

Perjalanan menuju Pulau Weh saya mulai dari kemarin malam dengan start point dari Medan. Menggunakan bus Aceh yang terkenal bagus-bagus saya melakukan perjalanan sepuluh jam dan tiba di Banda Aceh pagi hari sekitar jam tujuh. Turun dari bus adalah moment yang menyenangkan buat saya. Hanya di sini saya akan disambut oleh banyak orang di depan pintu bus sambil bilang “becak dek, taksi, ojek aja ya”. Dengan sombong saya akan bilang, “maaf, saya sudah di jemput”.

Setelah sarapan di terminal dan menunggu jemputan yang akhirnya datang saya langsung menuju ke pelabuhan Ulee Lhuee. Dari pelabuhan inilah saya menyeberang menuju Pelabuhan Balohan yang sudah termasuk dalam Pulau Weh. Hanya butuh waktu sekitar 45 menit menggunakan kapal cepat wilayah paling barat Indonesia itu sudah bisa saya injak.


Moment yang paling saya sukai selain ketika turun dari bus adalah melihat matahari terbenam. Berhubung sedang berada di Sabang, moment ini harus terjadi di lokasi yang terbaik. Nah, pas sekali katanya pemandangan sunset terindah di Sabang adalah tepat di depan tugu 0 Kilometer Indonesia, jodoh ini namanya.


Ketika tiba di Sabang hari masih menjelang siang, sembari menunggu senja saya keliling kota Sabang dan tempat-tempat seru lainnya dulu seperti Puncak Growth Triangle, Pantai Anoi Hitam, Benteng Jepang, dan Pantai Sumur Tiga.

Bagi saya Sabang merupakan wilayah yang fenomenal karena termasuk dalam kawasan  pulau terdepan Indonesia, meskipun pulau yang sebenar-benarnya paling barat adalah Pulau Benggala. Namun, karena Pulau Benggala tak berpenghuni dan sangat sulit dijangkau maka jadilah Pulau Weh yang memiliki Sabang sebagai kota nya dianggap menjadi wilayah paling barat Indonesia yang bisa dilihat monumennya. Di Kota paling barat Indonesia inilah terdapat tugu 0 kilometer Indonesia serta tugu kembar Sabang-Merauke. Ingat, ini dua tugu yang berbeda jangan sampai salah kaprah. Tugu 0 Kilometer Indonesia terdapat di Desa Iboih Ujong sementara Tugu Kembar Sabang-Merauke ada di Sabang Kota.

Di taman-taman kota Sabang juga terdapat banyak tulisan besar Pulau Weh atau I Love Sabang yang sangat sesuai dengan traveller era millenial seperti sekarang. Saya juga tak mau ketinggalan dan berfoto-foto di setiap kali bertemu dengan tulisan-tulisan besar tersebut. Biar hits dan langsung ganti profil picture di semua media sosial.

Tugu kembar Sabang Merauke
Hari menjelang sore dan saya pun bergegas menuju ke 0 Kilometer yang memiliki waktu tempuh sekitar 45 menit menggunakan kendaraan bermotor. Saya berangkat jam 5, tiba di ‘nol’-begitu masyarakat menyebut Tugu 0 Kilometer ini- hampir jam 6 dan hari masih sangat terang. Yaiyalah, di sini matahari terbenam  jam 7. Mumpung masih terang kita foto-foto lagi di tulisan 0 Kilometer dengan latar tugu monumen yang masih dalam tahap renovasi.


Sudah jam setengah tujuh dan saya mulai mengambil posisi untuk mengatur timelapse di kamera. Saya letakkan saja kamera di sebelah dan saya duduk fokus tak mau diganggu dalam ritual menyaksikan matahari terbenam di wilayah paling barat Indonesia ini. 20 menit berlalu, matahari tertutup awan. 25 menit berlalu seperempat badan matahari mulai kelihatan lagi. 30 menit berlalu saya lihat badan paling bawah matahari menyentuh permukaan laut. 35 menit berlalu dan seluruh badan matahari telah tenggelam. Ritual selesai, saya lega telah menyaksikan matahari terbenam di wilayah paling barat Indonesia dengan tenang dan kusyuk. Mungkin ini bukan pemandangan sunset terindah tapi ini pengalaman melihat sunset yang paling bermakna bagi saya.


Dengan hati senang saya pulang menuju hotel di Pantai Iboih sambil menenteng kamera yang sedari tadi merekam menit hingga detik-detik matahari terbenam di wilayah paling barat Indonesia (maaf jika kalimat “wilayah paling barat Indonesia” saya sebut terus karena, ini penting bagi saya haha). Rencananya video yang saya ambil akan saya edit dan akan saya tulis juga catatan perjalanan di Sabang. Namun, itulah rencana. Akhirnya tulisan tentang sabang selesai saya tulis setelah sempat tertunda selama 4 bulan.

0 komentar:

Posting Komentar