Rabu, 10 Agustus 2016

Gua Sarang, Perpaduan Gua, Laut dan Batu Karang yang Memesona




Sudah banyak surga yang terungkap di wilayah paling barat Indonesia ini. Satu per satu, Pulau Weh menunjukkan eksistensi dan pesonanya. Mulai dari Kota Sabang dengan tugu Sabang-Merauke, Tugu 0 Kilometer Indonesia di Desa Iboih Ujong, pantai-pantai indah yang menjadi lokasi menyelam favorit. Sekarang muncul lagi destinasi yang baru-baru ini mulai dilirik oleh wisatawan di Pulau Weh. Ialah Gua Sarang, yang hadir dengan panorama laut yang biru, aktivitas trekking, snorkeling, hingga jelajah gua yang menjadi sarang burung walet. Gua Sarang terletak di Gampong Iboih, Kecamatan Sukakarya, tepatnya di Balek Gunung atau antara Pantai Pasir Putih dan Lhong Angen.

Lokasi ini tidak terlalu jauh dari Pantai Iboih yang sudah lebih dulu menjadi primadona di Pulau Weh. Sehabis snorkeling dan bermain di Pantai Iboih saya dan teman-teman menuju ke Gua Sarang. Saya sudah terbiasa melihat foto-foto Pantai Iboih, Pulau Rubiah atau Pantai Anoi Hitam dengan berbagai angle di internet maupun media lainnya. Setidaknya saya sudah punya gambaran awal tentang keindahan Pulau Weh. Namun tidak untuk destinasi yang satu ini. Dari kabar yang saya dengar, Gua Sarang memang baru akhir-akhir ini ramai dikunjungi oleh muda mudi Sabang yang akhirnya diikuti oleh wisatawan yang datang.


Rasa penasaran saya tak perlu menunggu terlalu lama. Setelah mobil yang membawa kami berbelok masuk ke arah Komplek TNI-AD saya sudah merasakan hawa sejuk kawasan Balek Gunung. Jalanan yang kami lewati cukup kecil namun mulus, di samping kiri dan kanan dipenuhi pepohonan hijau yang merupakan kawasan hutan lindung. Tepat di sebelah kanan salah satu belokan terdapat kayu yang berdiri dan ditutupi oleh seng-seng seadanya. Di sanalah mobil kami berhenti. Pemandangan di sebelah kanan saya cukup menarik perhatian. Dari jalan terlihat satu rumah panggung dan halaman yang luas. Di halaman tersebut berdiri pohon besar yang kokoh dan digantungi tiga ayunan. Saya harus jalan menurun untuk menjangkau halaman yang menjadi lokasi awal untuk menjelajah ke Gua Sarang tersebut.

Setibanya di halaman, saya langsung menyambar ayunan yang sedari tadi bergoyang pelan karena tertiup angin. Angin yang sepoi serta pemandangan laut yang biru dan tebing-tebingnya yang menjulang tinggi membuat saya betah duduk berlama-lama di bawah pohon yang rindang ini.

Bersama seorang guide yang merupakan warga lokal, saya dan teman-teman dibawa untuk melihat Gua Sarang. Katanya kita hanya akan melewati sedikit tebing dan menyisir pantai berbatu tepat di bawah ayunan yang saya duduki tadi. Sebelumnya jika ingin ke Gua Sarang, orang-orang harus melewati jalur yang terjal dan semak yang belukar. Namun, saat ini Gua Sarang sedang mempersolek diri dengan memperbaiki fasilitas jalan untuk menjangkaunya. Beruntunglah kami karena tidak harus melewati jurang yang curam.


Dengan hati-hati, pantai berbatu itu saya lewati menuju sebuah gundukan hitam dan besar di depan. Dari jauh, gundukan itu terlihat menyatu dengan dinding-dinding jurang. Semakin mendekat barulah terlihat, ternyata itu adalah sebuah batu karang yang terpisah dengan dinding jurang. Tidak hanya satu, ada tiga batu karang besar yang telah ditumbuhi pohon-pohon kecil. Tepat di belakangnya terdapat batu karang tinggi yang menjorok ke belakang sehingga terbentuknya laguna. Di batu karang tinggi itulah tiga mulut gua yang terbuka berada. Orang-orang menyebutnya Gua Sarang karena didalamnya terdapat banyak sarang burung walet.

Hari itu kami tidak sedang berpetualang masuk ke dalam gua. Kami cukup menikmati keindahan di luar gua dengan berenang dan snorkeling. Tanpa tunggu lama-lama teman-teman saya sudah berhamburan berenang menuju mulut gua. Kami hanya ingin melihat-lihat dari luar, tidak untuk masuk. Air laut di depan gua cukup dalam, saya yang awalnya yakin berenang tanpa alat pengaman jadi urung dan langsung mengenakan pelampung dan alat bantu pernapasan. Kami berenang bolak balik dari mulut gua menuju batu karang dan berpindah ke batu karang yang satu ke satunya lagi. Di bawah air terlihat batu-batu besar dan ikan-ikan kecil. Meski karangnya tidak sebanyak di Pulau Rubiah, namun masih kita temukan karang-karang hidup yang berwarna warni. Karena lokasinya yang menghadap langsung ke laut lepas, arus di sini cukup deras, jadi harus lebih berhati-hati.

Puas berenang kamipun bergegas untuk kembali naik ke atas. Melewati pantai berbatu dan dibawa naik dengan jalur berbeda dari saat turun tadi. Inilah yang saya maksud dengan aktivitas trekking. Dengan kecuraman sekitar 60-70 derajat kami dibawa tepat menuju pohon rindang dan ayunan yang bergoyang di tiup angin. Tiba di atas satu persatu kami mengistirahatkan tubuh di bawah pohon dan lembali terlena melihat indahnya pemandangan di depan mata. 

0 komentar:

Posting Komentar