Sabtu, 25 Juni 2016

Pusuk Buhit, Penjelajahan Negeri Para Manusia Langit dari Batak


Terdapatlah sebuah negeri yang merupakan ciptaaan Debata Mulajadi Nabolon, yaitu tempat dimana ia menurunkan Ompu Guru Tatea Bulan dan menjadi manusia pertama di bumi. Manusia langit ini nampaknya turun di tempat yang tepat. Di sebuah negeri nan hijau, sejuk dengan perbukitan-perbukitan yang menjulang tinggi dan dipagari oleh danau penuh legenda, Danau Toba.

Perjalanan melihat alam Danau Toba memang perjalanan yang menyenangkan, namun jika alam yang indah tadi didiami oleh masyarakat yang mempunyai kultur yang kuat, dengan cerita legenda dari kepercayaan lokal dan tradisi yang bertahan lestari adalah sebuah suguhan lain dari  ‘kesempurnaan’.

Nah, perjalanan saya kali ini bisa dibilang sebuah perjalanan spritual di tanah Batak. Perjalanan ke sebuah tempat suci dan sakral bagi Bangsa Batak karena dipercaya dari sinilah manusia pertama di bumi ini turun dari langit. Pusuk Buhit namanya, puncak bukit dimana manusia langit itu menginjakkan kakinya ke bumi. Masyarakat Batak menjadikan lokasi ini sebagai tempat yang sakral, sebagai tempat untuk menghargai leluhurnya. Hingga sekarang Puncak Pusuk Buhit sering dikunjungi untuk kepentingan ziarah.

Pusuk Buhit berada di Desa Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir. Dari Parapat, Pusuk Buhit bisa ditempuh sekitar 2 jam perjalanan. Sepanjang perjalanan menuju desa ini adalah perjalanan yang tidak boleh dilewatkan dengan tidur! Siapa yang rela melewatkan pemandangan bukit-bukit gundul, pulau-pulau kecil yang ada di Danau Toba, hamparan sawah serta desa-desa yang masih menggunakan Rumah Bolon atau rumah adat Batak? Kalau saya tidak.

Sebelum sampai puncak, keajaiban Pusuk Buhit sudah mulai terasa  melekat di kakinya. Jika dipuncak menjadi tempat ziarah yang memiliki danau ajaib dan monumen batu maka, di kaki bukit terdapat Museum Raja Batak, Batu Hobon, dan Air Tujuh Rasa.

Nah, marilah kita mulai petualangan ini dari desa di kaki bukit.

Desa Sianjur Mula-Mula memberikan sapaan hangat kepada saya melalui suguhan pemandangannya. Dari mulai hamparan sawah yang masih hijau di tepi kanan jalan, bukit-bukit hijau yang gagah di tepi kiri , hingga pohon cemara yang tumbuh berkelompok-kelompok membuat bukit-bukit gagah itu tampak mengagumkan. Jalan yang indah itu menghantarkan saya ke suatu tempat yang tak kalah ajaib.

Keajaiban ini dikenal dengan nama Aek Sipitu Dai, tempat dimana terdapat 7 pancuran air yang memiliki tujuh rasa yang berbeda. Konon rasa itu tergantung oleh si pencicip. Jika ia memiliki hati yang baik maka air akan terasa manis. Jika ia memiliki hati yang kotor maka air akan berasa sangat tidak enak. Ah, jadi deg-degan. Air yang telah disekat-sekat dan menjadi tempat mencuci dan pemandian umum ini dibagi menjadi dua bagian, untuk laki-laki dan perempuan. Saya masuk ke tempat perempuan dan mulai mencicipi air pancuran satu per satu. “Horas!” sapaan itu saya ucapkan lantang sesuai petunjuk dari pemandu yang ada di luar.
“Gimana rasanya?” tanya teman yang penasaran.
“Oh, manis kok manis. Airnya manis” jawabku.
“Adek-adek ini berhati baik,” ujar bapak pemandu. Kami hanya tersenyum sambil berlalu meninggalkan keajaiban pertama.

Perjalanan saya berlanjut ke sebuah lokasi sakral yang juga cukup tersohor di negeri batak ini. Tak jauh dari Aek Sipitu Dai terdapat sebuah batu yang menjadi simbol turunnya Si Raja Batak. Batu Hobon namanya. Batu  ini telah menjadi miliknya Raja Uti  generasi ketiga dari Raja Batak yang sakti. Oleh Raja Uti batu Ini berfungsi untuk menyimpan harta karun orang Batak, adapula kitab Batak yang berisi ajaran dan nilai-nilai luhur didalam batu itu. Konon, suatu saat si Raja Uti akan kembali untuk mengeluarkan semua benda pusaka itu.

Setelah selesai dengan Batu Hobon, saya mulai beranjak untuk bergerak ke atas. Dari sini puncak Pusuk Buhit telah terlihat, menjulang tinggi dan berkabut. Tapi sebelumnya kita mampir lagi yaa. Kali ini saya singgah di Monumen Sopo Guru Tatea Bulan, yaitu sejenis museum yang berisi patung-patung keturunan Raja Batak. Di sana saya juga disambut oleh pria setengah baya yang ternyata keturunan Si Raja Batak! Dengan berbaik hati ia jelaskan semua silsilah dan misteri Pusuk Buhit. Ah mengagumkan, saya semakin semangat untuk mencapai puncak Pusuk Buhit.

Baiklah, puncak berkabut itu sudah menanti.

Perjalanan menuju puncak sudah difasilitasi dengan jalan setapak. Selain dengan berjalan kaki, kendaraan seperti sepeda motor pun bisa sampai di puncak. Jelas untuk mendapatkan sensasi yang berbeda saya dan teman-teman memilih untuk berjalan kaki melewati jalan-jalan pintas dengan menerobos ilalang-ilalang yang tingginya melebihi tubuh saya.

Sepanjang jalan , saya iseng menghitung jumlah air tejun yang terlihat. Ada sebelas jumlahnya! Semuanya terlihat disela-sela perbukitan. Dari sini perkampungan Sianjur Mula-Mula terlihat indah dikelilingi bukit-bukit hijau.

Lima jam perjalanan dan saya telah sampai di leher Pusuk Buhit, bukan di puncak. Di sini keajaiban ke.. ah saya lupa ini kejaiban keberapa. Ah ya ke empat. Masyarakat menyebutnya Tala-Tala, sebuah danau yang airnya dipercaya bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Di dekat danau ini juga terdapat batu besar menyerupai meja yang konon digunakan sebagai tempat berkumpul. 

Di hari libur, banyak warga yang datang ke sini untuk melaukakan upacara, doa, atau penghormatan pada Si Raja Batak.

Sebuah keberuntungan bagi saya yang bisa menyaksikan langsung prosesi penghormatan terhadap sastrawan Batak yang baru saja meninggal saat itu. Sesajen, dan alat-alat musik dipersiapkan. Sang juru bicara pun berdiskusi dengan roh, tari-tarian, nyanyian dan gendang bertalu-talu memecah kesunyian di Pusuk Buhit. Prosesi ini ditutup dengan santap bersama. Wah, menyenangkan kami diajak makan bersama dengan menu ikan arsik di sekitar Tala-Tala. Hari itu sudah sore, tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan maka saya menginap semalam di Tala – Tala.
 Pagi harinya dari Tala – Tala , saya bergegas menuju puncak.

Perjalanan yang memakan waktu sekitar 30 menit. Satu jam jika ditambah dengan foto-foto. Tiba di  puncak, hampir semua spot menarik yang mengelilingi tanah Batak bisa saya lihat dari sini, dari mulai Kota Pangururan, Puncak Tele, Danau Toba, Gunung Sibayak, Sinabung dan Sibuaten. Pemandangan paling menarik bagi saya adalah ketika melihat kota Pangururan tertutup oleh bayangan segitiga raksasa,  yang merupakan bayangan dari Pusuk Buhit sebagai puncak tertinggi di Pulau Samosir. Pemandangan ini bisa terlihat jika matahari tenggelam dengan sempurna tanpa tertutup awan. Ah, beruntungnya saya!
Oh ya, sudah berapa keajaiban yang sudah saya beri tahu?

Keajaiban selanjutnya adalah Bendera Batak yang ada di Puncak Pusuk Buhit. Di atas sini terdapat sebuah bangunan persegi, didalamnya terdapat meja dari semen yang berbentuk segitiga. Di sini juga terdapat banyak persembahan untuk leluhur. Mulai dari sirih, jeruk dan ayam.

Keajaiban –yang entah sudah keberapa kalinya- terjadi ketika malam tiba di Puncak Pusuk Buhit. Di malam hari  saya yang tadinya hanya tidur bermodalkan tenda dan sleeping bag tiba-tiba berada di five billion star hotel. Bintang tak hanya ada di atas langit, tapi juga di atas danau. Kerlap-kerlip lampu dari kota Pangururan membuat saya percaya bahwa “star not belong in the sky”.

Oke baiklah, saya akan mengakhiri keajaiban demi keajaiban ini dengan pemandangan sunrise dari puncak Pusuk Buhit. Guys, you must try it!


0 komentar:

Posting Komentar