Rabu, 02 Januari 2013

Memandang Konflik dalam Fiksi



Abang iparnya kepala polisi, mereka tinggal satu rumah. Tiap kali saat makan malam bersama, abangnya selalu memaki orang-orang yang nekat mendirikan negara sendiri.

Sesekali senyum Zakaria merekah, ia tengah senang membayangkan orang-orang pilihan yang akan ikut dalam aksinya nanti sore. Bagaimana tidak, orang-orang pilihan tersebut memiliki kekuatan luar biasa yang diyakininya akan memperlancar aksinya nanti. Geuchik Syawal misalnya, Ia dengar Geuchik syawal mempunyai ilmu menghilang, jadi zat yang tak teraba dan tak tercium dalam kondisi yang diperlukan. 

Geuchik Syawal memiliki azimat tulang kucing hitam mata merah yang merupakan satu-satunya jenis tulang yang mampu memberikan ilmu menghilang tersebut. Kucing hitam mata merah sangat langka untuk ditemukan akibat banyaknya pemburu azimat tulang kucing. Selain itu, proses untuk memperoleh tulang tersebut pun cukup lama. Kucing hitam mata merah yang ditemukan harus dipelihara sampai jinak dan sampai pemiliknya memiliki rasa sayang yang dalam terhadap kucing tersebut. Saat sampai di rasa sayang yang mendalam, itulah waktunya untuk menyembelih kucing hitam mata merah. Setelah disembelih, kucing dikubur di titik pertemuan empat jalan tanpa diketahui seorang pun. Beberapa waktu setelahnya saat dirasa daging kucing telah melebur dengan tanah, kuburan kucing digali dengan mengajak seorang teman. Karena tidak semua tulang kucing tersebut yang bisa menjadi azimat. Seorang teman akan melihat tulang mana yang saat dipegang akan membuat si pemilik kucing mampu menghilang.

Azimat kucing juga mampu membuat orang yang menggandeng tangan pemilik azimat ikut menghilang. Itulah alasan kenapa Zakaria mengajak Geuchik Syawal ikut dalam aksinya.

Selain Geuchik Syawal, Zakaria mengajak Taufik, seorang temannya sejak kecil. Tak ada yang begitu istimewa dari Taufik hanya saja Ia adalah teman yang cukup setia bagi Zakaria. 

Sore yang dijanjikan pun tiba. Kali ini Ia akan melaksanakan tugas dari kakak perempuannya untuk mengantarkan sebuah barang rahasia. Dengan riang dan tenang ketiga lelaki tersebut menempuh perjalanan menggunakan truk. Berjam-jam waktu telah terlewati bersama truk, tiga lelaki, dan muatan rahasia. Pos jaga ada di mana-mana yang membuat mereka seharusnya tetap waspada namun, ini tidak terjadi pada Zakaria. Ia tenang dengan keyakinan terhadap ilmu menghilang Gheucik Syawal.

  “Kalau bisa mobil ini juga tak terlihat, Chik Wal,” cetus Zakaria yang dibalas gelak tawa Geuchik Syawal.

Di tengah-tengah perjalanan, dari kejauhan tampak sorot cahaya lampu mobil-mobil. Zakaria tak lagi tenang. Mereka akan mengalami masalah besar pikirnya. Seketika, truk yang sedari tadi dikemudikan oleh Geuchik Syawal berhenti. Dipandangnya Geuchik Syawal yang terburu-buru keluar dari truk dan berlari ke arah kebun. Ia berpikir bahwa Geuchik Syawal tengah menyiapkan azimat untuk membuat mereka menghilang bersama. Namun, tiba-tiba Taufik dengan sigapnya ikut melompat keluar dari truk, berlari ke arah kebun yang sama dan menghilang dalam gelap. Zakaria hanya mampu terkesima. 

            Sepenggal cerita dari cerita pendek  Zakaria tersebut merupakan cerpen kedua dalam buku kumpulan cerpen karya Linda Christianty. Dalam buku yang memuat sepuluh karya cerpen Linda ini dibuka dengan cerita pertama berjudul Ketika Makan Kepiting. Yaitu sebuah cerita yang menghadirkan tokoh utama yang penuh imajinasi. Dengan cerita masa lalunya bersama keluarga tiri yang membuat ia selalu tidak kebagian makan daging kepiting.

 Banyak isu sosial yang dijadikan tema dalam beberapa cerpen Linda dalam buku ini. Mulai dari pergerakan GAM di Aceh seperti dalam cerpen Zakaria, kisah seorang cucu dari kakek pemberontak, kekerasan dalam rumah tangga oleh pasangan sesama jenis, konflik Afghanistan, hingga sebuah cerpen tentang Luta seorang manusia yang hidup abadi di Kalimantan.

Seperti karya-karyanya yang lain Dari Jawa Menuju Atjeh yang merupakan kumpulan tulisan tentang politik, islam, dan gay, di sini Linda juga membumbui konflik politik, agama, dan gender sehingga cerpen-cerpennya terasa tajam dan cukup berat bagi penggemar cerpen melankolis. Namun, ada juga beberapa cerpen yang membawa pembaca ke dalam suasana penuh perasaan. Sebuah cerpen berjudul perpisahan cukup berhasil membawa pembaca ke dalam suasana sepi dan perasaan ditinggalkan meski hanya disajikan dengan dialog sederhana antara Hans dan seorang tokoh tanpa nama.

Secara keseluruhan, kumpulan cerpen ini sangat baik tersaji dengan variasi tema yang berbeda dari tiap cerpen. Setiap cerita memiliki daya tarik tersendiri yang berbeda dari cerita sebelumnya. Hanya saja dalam cerpen terakhir yang mengisahkan Luta manusia abadi disajikan dengan cara penulisan hampir seperti artikel sehingga agak sedikit bosan.

 Cerpen-cerpen yang dimuat dalam buku ini juga telah dimuat dalam beberapa media nasional seperti harian Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Jurnal prosa, dan beberapa situs internet.  Buku ini cocok untuk pembaca yang menyukai tulisan-tulisan tajam .

Judul                           : Seekor Anjing Mati di Bala Murghab
Penulis                         : Linda Christanty
Penerbit                       : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit                :2012
Jumlah Halaman          :131 halaman


0 komentar:

Posting Komentar